Aku hanyalah seorang manusia biasa yang penuh kekurangan. Aku tak sesempurna bidadari dari kahyangan. Dan hidupku tak selalu indah bagaikan bunga mawar yang bermekaran di taman. Hidup itu penuh dengan teka-teki. Tak ada satupun makhluk ciptaan Tuhan yang tahu nasibnya di masa yang akan datang. Sama halnya dengan cinta. Bagiku cinta hanya sebuah kata yang bermakna. Dan juga cahaya di kala padam. Menambah gairah hidup yang terus berjalan. Tapi saat aku tahu sesungguhnya apa makna arti cinta itu. Cinta itu ternyata nafas dalam kehidupan. Cinta memang indah. Tapi sayang tak seindah hari bersinar cerah. Kadang, kita tak bisa merasakan cinta yang sebenarnya. Sebelum kita merasakan kepedihan dan kepahitan. Tapi tetap ku akui. Cinta adalah keindahan dunia. Saat hidupku di sentuh cinta dan membuka mata hati. Sungguh…. Aku tak sanggup berpaling dari nyata menurut mata batinku.
Agustus 2011 silam. Aku hanyalah seorang gadis yang berumur 13 tahun yang tak mengerti arti “CINTA”. Hingga suatu saat di pagi hari yang cerah, ketika sang fajar menampakkan sinarnya. Seorang pangeran masuk kedalam hidupku yang kosong. Semua pemikiranku berubah karenanya. Dia membawa sejuta kebahagiaan tersendiri untuk gadis kecil sepertiku. Begitu cepatnya guliran sang waktu. Tanpa terasa olehku saat didekatmu. Hari-hari pun kini telah berlalu. Setelah lekuk bibirku lafadzkan maksudku. Laksana gayung yang bersambut. Cintamu mekar di sela ruas cintaku. Mengharumkan ruang di jiwaku yang sekian lama di dera kemarau. Itulah yang aku rasakan. Pikiranku tak pernah terbangun tanpa perhatianmu. Dan kau selalu ada dalam setiap mimpiku. Kita sudah berteman begitu lama. Tapi baru saat ini aku gugup berjalan denganmu. Tak ada satu katapun yang bisa ku katakan saat di dekatmu. Bahkan bagiku, matamu membuat bintang-bintang terlihat tak bersinar. Ketika aku melihat wajahmu, tak ada hal yang berubah. Dan ketika kau tersenyum, wajahmu selalu mengalihkan dunia. Meskipun tak semua orang mengatakan seperti apa yang aku katakan. Aku berfikir, cintaku ini bertepuk sebelah tangan. Tapi aku salah,sang pangeran itu juga mencintaiku. Aku bahagia saat pangeran itu mengucapkan 3 kata yang cukup membuatku bahagia. “AKU CINTA KAMU” itulah kata-kata yang keluar dari ucapannya. Oh, betapa bahagiannya diriku. Hatiku berbunga-bunga. Jiwaku bagaikan melayang diangkasa. Sungguh, itulah kata termanis yang tak pernah kudengarkan sebelumnya. Rasa cintaku padamu bagai pelangi. Berwarna-warni indah di hati. Saatku rindu membuat rasa ini semakin membelenggu. Bahkan menyiksa jiwaku. Rasa cintaku seperti nano-nano. Bermacam rasa dan bermacam suasana. Kadang manis, kadang pahit. Kadang sakit dan kadang juga bisa buatku menangis bahagia.
Aku dan dia memang saling mencintai. Menerima cintanya memang sebuah harapanku. Dan menjadi bidadarinya memang sebuah keinginan terbesarku. Tapi apakah aku harus menjadi pujaan hatinya? Sedangkan aku melihat seorang gadis di sekelilingku terluka. Apalagi seorang gadis itulah seorang sahabatku. Aku sudah mengetahui sejak lama jika dia mencintai pangeran itu. Haruskah aku merebut pangeran itu dari hatinya? Memang seorang pangeran itu tak mencintai gadis itu. Tapi tetap saja aku merasa bersalah. Aku tak mau dianggap sebagai perebut. Perasaanku kepada seorang pangeran itu datang begitu saja tanpa kuminta. Aku tak bisa berbohong, aku memang mencintai seorang pangeran tersebut. Aku tahu perasaanku ini memang salah. Aku memang jahat. Aku telah merebut seseorang yang dicintai sahabatu sendiri. Aku tak bisa membiarkan perasaan ini tumbuh lebih besar. Karena ada seorang sahabatku terluka. Aku tak mungkin mengkhianatinya. Dikhianati itu perih dan pedih. Aku tak bisa menyakitinya. Ia terlalu rapuh tuk disakiti. Dan aku takut melihat air matanya harus keluar membasahi pipinya. Apakah aku harus merelakan pangeran itu? Aku dan pangeran itu memang saling mencintai. Tapi aku tak mungkin bersamanya di atas penderitaan orang lain. Aku bukanlah sekejam itu.
Bagaikan sebuah bintang redup. Tertutup oleh kelabu mendung. Bagai sinar mentari. Yang hilang terhalang awan. Seperti itulah cinta gadis kecil sepertiku. Selalu terhalang oleh ruang dan waktu. Aku memang terlalu muda untuk mengatakan cinta terlalu jauh. Tapi pada dasarnya, inilah realitanya. Aku rela membiarkan cintaku pergi menjauh. Dan aku rela membiarkanmu membenciku. Meskipun itu perih. Aku rela, asalkan seorang sahabatku tak terluka olehku. Walaupun masih ada seberkas harapanku untuk menjadi seorang pujaan hatimu. Ingin rasanya aku meminta maaf padamu, tapi ini terlambat. Seorang pangeran itu sudah pergi meninggalkanku. Belum sempat ku menjelaskan. Engkau begitu cepat mengambil keputusan ini. Tanpa mendengar penjelasanku. Tahukah kamu? Cintaku masih seperti dulu. Masih mencintaimu dan ku masih berharap kau menjadi belahan jiwaku. Tapi kini sudah terlambat. Kau pergi begitu cepat. Apa yang harus aku buat? Lebih baik kusimpan dalam hati. Kenangan indah bersamamu. Walau kini ku sadari hidupku terasa sepi tanpa cintamu. Dan tak ada lagi kasih sayangmu untukku. Yang ada hanyalah tatapan kebencian dari sorot matamu. Tahukah kamu, bagaimana hancurnya hatiku? Hatiku terasa tersayat. Aku rapuh tanpamu. Pisau-pisau tajam menusuk hatiku. Hidupku tak lagi berwarna secerah saat kau temani hari-hariku. Saat aku menyapamu, kau tak pernah hiraukan aku. Engkau anggap aku bagaikan angin berlalu. Sebegitu bencikah kau padaku, pangeranku? Apakah kamu tahu? Kini tak ada lagi orang yang bisa memisahkan kita. Seorang gadis itu tak lagi mencintaimu. Apakah kita bisa kembali seperti dulu? Bukannya kau juga mencintaiku. Apakah namaku masih ada di benakmu sekarang? Pernahkah kau memikirkanku. Aku patah hati. Apakah kamu dengar itu?
Tepat November lalu. Puncak kepedihanku terjadi. Seorang sahabatmu mengatakan cinta padaku. Aku terlonjak kaget. Sahabatmu yang juga temanku mengatakan itu. Aku tak percaya. Padahal aku dengannya dulu hanyalah sebatas teman. Temanmu memandangku bagaikan pelangi. Ia selalu ada saat aku merasa hilang arah karena kau, pangeran. Disisi lain aku takut pangeran itu semakin menjauhiku. Dan itu memang benar. Hatiku pedih saat kau menyuruhku menerima cinta temanmu. Tak tahukah? Aku hanya mengharapkanmu pangeran. Aku akan selalu menunggumu. Hari demi hari, aku masih setia menunggumu dan menunggumu. aku tak kuasa menahan rindu di hati. Aku butuh seseorang yang bisa damaikan hati. Aku terpaksa. Aku terpaksa menerima cinta seorang temanmu. Aku tahu ini salah. Tapi aku butuh sandaran. Aku butuh seseorang yang bisa menenangkan jiwaku. Saat sekian lama kumenunggu cintamu. Sama, perasaanku masih sama. Tak sedikitpun rasa cintaku untuk temanmu. Seluruh hatiku masih tersimpan namamu. Aku tahu perasaan temanmu. Pasti sakit, karena aku hanya menganggapnya sebagai pelarian. Suatu hubungan tanpa cinta takkan pernah bertahan lama. Tak kupungkiri itupun terjadi padaku. Hubunganku harus kandas ditengah jalan. Aku berfikir, aku merasa kehilangan dirinya. Tapi salah, aku malah memikirkan seorang pangeran itu. Ku akui ini aneh. Jelas-jelas seorang pangeran itu telah melupakanku , tapi kenapa dirinya selalu bersemayam di hatiku. Walau seorang pangeran itu tak pedulikanku. Dia selalu penuhi rongga dadaku. Meski dulu seorang pangeran itu lukai aku. Dia tetap ada diruangan kalbu. Biarpun perih dijiwaku. Tapi pangeran, kau selalu dalam memoriku. Mungkin…Cintaku ini buta. Walau menderita. Citamu tetap ku damba. Mungkin…Cintaku ini tuli. Tak mampu mendengar dengan hati. Hanya turuti perasaan ini.
Waktu silih berganti. Tak seperti hatiku ini. Dibalik kegelapan malam. Terpancar cahaya kerinduan dalam ruang kesunyian hati. Dalam kehampaan jiwa, kuterbelenggu “RINDU”. Ada butiran-butiran rindu dimataku. Tak kuasa menahan rindu, yang kian menyiksa jiwaku. Rasanya kuingin dekat denganmu. Sampai kapan aku harus terbelenggu rindu? Rindu akan kehadiranmu. Rindu akan senyumanmu, dan rindu akan kepedulianmu kepadaku. Malam demi malam pun berganti, tapi tetap. Malamku tak lagi bergairah. Kesunyian mencengkram jiwa. Keluh kesah jiwa gelora. Kerinduanku pada seorang pangeran itu tak tertahan. Membilang hari dan malam. Kapan lagi bergandengan tangan. Lirihku merintih siang dan malam. Masih ingatkah kau? Saat kita bersama dulu. Kau pernah berjanji akan selalu mencintaiku. Kau akan selalu ada dihari-hariku. Kau selalu memberiku semangat. Ingatkah? Kemana kau sekarang. Masihkah kau mencintaiku. Benarkah kau dulu hanya mempermainkan hatiku? Apa pernyataan cintamu kepadaku hanya sebuah candaan saja? Sebegitu jahatkah kau? Dimana kau yang dulu. Kau bilang akulah yang berubah. Kau salah, yang berubah itu kau, pangeran. Apa salahku? Jika aku bukanlah bidadari dihatimu. Bisakah kau menganggap aku sebagai seorang temanmu? Apa itu terlalu sulit bagimu. Aku telah mencoba. Mencoba untuk bersikap baik padamu. Tetapi tak ada respon sedikit darimu. Kamu tahu, dulu aku rela mengorbankan cinta kita. Merelakan seseorang yang kita cintai memang sulit. Tapi aku rela melakukan itu demi cinta kita. Pernahkan kau hargai sebuah pengorbananku itu? Jika saat itu aku boleh memilih. Aku juga gak akan pernah rela meninggalkanmu. Tapi aku menganggap, mungkin ini rintangan yang harus kuhadapi. Dan ini mungkin takdir yang diberikan Tuhan untuk cinta yang kita miliki. Pernahkah kau mengerti aku? Betapa besarnya pengorbananku untukmu.
Aku ingin tahu, apakah kau mencintaiku saat ini? Aku tak tahu fikiranku ini benar atau salah. Aku melihat kau selalu memandangku saat bertemu. Dan itu selalu membuatku gugup. Setiap kali kau melihatku, itu merupakan kebahagian bagiku. Aku bahagia, pada akhirnya kau bisa mengertiku. Aku merasa pandanganmu kepadaku berbeda. Tatapan penuh senyummu selalu membuat hatiku bergejolak. Aku tersipu. Aku berharap ini menjadi pertanda baik untuk hubungan kita. Tapi aku sadar. Sakit yang pernah kurasakan dulu membuatku takut. Takut akan kau sakiti. Dan aku terlalu takut untuk membuka hatiku untuk orang lain. Ataupun dirimu. Aku kan selalu berusaha, belajar melupakanmu pangeran. Melupakan cinta yang tak pasti. Aku selalu menyibukkan waktu untuk belajar. Belajar dari kesalahan dan pengalaman. Kini ku biarkan diriku sendiri. Berteman khayalan. Menahan rindu yang dulu tak sampai. Lamunkan bayangan wajahmu. Penaku menggores. Tentang hatiku yang sepi. Mengingat sebuah kenangan. Seseorang yang pernah hadir dihidupku. Ingin mata hati berpaling. Melawan sepi tak berarti ini. Melawan semua keinginan hati. Yang terus bergejolak dalam jiwa. Ohh..Tuhan… Berilah aku kekuatan. Hentikan pengharapan yang tak pasti ini yang terus merengkuh asa. Agar aku bisa melihat kenyataan jadi nafas keyakinan. Tapi sampai saat ini pun. Tak pernah ku pungkiri. Aku memang masih mengharap dirimu. Dirimu yang selalu temani hari-hariku. Jika aku boleh mengharap. Aku akan berharap untuk suatu saat nanti. Setiap malam dalam sujudku, aku selalu meminta. Ku selipkan namamu dalam do’a. Satukan kami dalam cinta. Itulah harapanku dan mungkin itu juga harapanmu. Hilangkan gundah dalam dada. Tanamkan kepercayaan dalam jiwa. Agar terasa indah pada waktunya. Saat takdir menyatukan kita. Kesabaran hati telah di uji. Dapatkah kita melewati ini. Dan menyatukan cinta dalam hati. Jangan pernah saling menyakiti jika “CINTA” harus pergi. Aku yakin ada hikmah yang bisa diambil dalam suatu masalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar